Rabu, 14 Oktober 2015

makalah hukum lingkungan kerusakanLingkungan Hidup Bersumber dari Kependudukan

BAB I


A.     Latar Belakang
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.
Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup.
Globalisasi ekonomi, politik dan sosial membawa hubungan antar negara semakin dekat dan erat serta membawa dampak yang positif maupun negatif bagi suatu negara. Salah satu akibat yang paling nyata dari globalisasi adalah berkembangnya perusahaan-perusahaan multinasional didunia. Prospektif bangsa pasar dan kemudahan-kemudahan lainya yang mendorong perusahaan multinasional mencari negara-negara yang dapat dijadikan sasaran investasinya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar tidak lepas dari sasaran investasi perusahaan-perusahaan tersebut. Tetapi dengan masuknya perusahaan-perusahaan tersebut membawa akibat yang positif maupun negatif di indonesia.Salah satu akibat yang negatif hasil produksi dari perusahaan tersebut adalah banyaknya hasil produksi yang diproduksi tanpa memikirkan kendala yang akan dihadapi dikemudian hari. Pada dasarnya semua usaha dan pembangunan menimbulkan dampak dikemudian hari. Perencananaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan dampaknya yang penting dikemudian hari, guna dijadikan pertimbangan apakah rencana tersebut perlu dibuat penanggulangan dikemudian hari atau tidak.
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, guna mencapai tujuan pembangunan yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa indonesia. Pembangunan tersebut dari masa kemasa terus berlanjut secara berkesinambungan dan selalu ditingkatkan pelaksanaanya guna memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat.
Secara umum Perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya dibarengi dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan-perkembangan tersebut membawa perubahan dalam kehidupan di dunia. Disamping itu perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa manusia pada suatu masa dimana banyak barang dapat dibuat secara sintesis. Hidup menjadi lebih praktis dan mudah, seolah-olah manusia tidak bergantung lagi pada alam dan dapat memperlakukanya tanpa batas. Namun apa yang diperlakukan oleh manusia terhadap alam akan berbalik kepada dirinya karena manusia adalah bagian dari alam. Alam mempunyai hukumnya sendiri, segala sesuatu akan kembali kepada siklus alam walaupun bahan sintesis hasil rekayasa manusia seperti plastik, tetapi akan menimbulkan masalah yang sangat besar terhadap bahan tersebut dikemudian hari jika sudah tidak dimanfaatkan lagi.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola hidup masyarakat, kecepatan teknologi dalam menyediakan barang secara melimpah ternyata telah menimbulkan masalah-masalah baru yang sangat serius yaitu adanya barang yang sudah terpakai dan sudah tidak digunakan lagi oleh si empunya yang mengakibatkan timbulnya sampah.








B.      Pokok permasalahan


Dari penjelasan latar belakang diatas maka penulis menetapkan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Apakah defenisi dari penduduk, lingkungan hidup dan kerusakan lingkungan hidup?
2.      Mengapa kependudukan merupakan salah satu sumber kerusakan lingkungan hidup?
3.      Bagaimana cara menanggulangi kerusakan lingkungan hidup yang bersumber dari kependudukan?




















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Defenisi
a.      Pengertian Penduduk
Penduduk adalah mereka yang berada di dalam dan bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara (menetap)-lahir secara turun-temurun dan besar di negara tersebut. Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.

Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi 2, yaitu :
1. Orang yang tinggal di daerah tersebut
2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.

Ilmu yang mempelajari tentang masalah kependudukan adalah Demografi. Istilah Demografi pertama kali ditemukan oleh Achille Guillard. Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan manusia. Meliputi didalamnya ukuran, struktur dan distribusi penduduk serta bagaimana jumlah penduduk setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi dan penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama atau etnisitas tertentu.


b.      Pengertian Lingkungan Hidup

lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya. Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa Perancis disebut dengan l’environment.

Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.




Defenisi  lingkungan hidup menurut para ahli diantaranya adalah: 

·         St. Munajat Danusaputra
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995)
·         Emil Salim
 Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia

·         Otto Soemarwoto
mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan adalah environment. Selanjutnya dikatakan, lingkungan atau lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada kehidupannya. Contoh, pada hewan seperti kucing, segala sesuatu di sekeliling kucing dan berpengaruh pada keberlangsungan hidup kucing tersebut maka itulah lingkungan hidupnya. Demikian pula pada suatu jenis tumbuhan tertentu, misalnya pohon mangga atau padi di sawah, segala sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan tanaman tersebut itulah ling kungan hidupnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Unsur hayati (biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.

2. unsur soaial Budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.

3. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur
lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.[1]




c.       Pengertian perusakan dan kerusakan Lingkungan Hidup

Perusakan  lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan hayati lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan.

Sedangkan Kerusakan lingkungan hidup adalah deteorisasi lingkungan dengan hilangnya suber daya air, udara, dan tanah. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi diperingatkan oleh High Level Threat Pan dari PBBkerusakan lingkungan terdiri dari beberapa tipe. Ketika alam rusak dihancurkan oleh sumber daya menghilang, maka lingkungan sedang mengalami kerusakan. Environmental change and human healt, bagian khusus dari laporan world Resources 1998-1999 menjelaskan bahwa penyakit yang dapat dicegah dan kematian dini masih terdapat pada jumlah yang sangat tinggi. Jika perubahan besar dilakukan demi kesehatan manusia, jutaan warga dunia akan hidup lebih lama. Dinegara termiskin satu dari lima anak tidak bisa bertahan hidup hingga usia lima tahun terutama disebabkan oleh penyakit yang hadir karena keadaan lingkungan yang tidak baik. Sebelas juta anak-anak meninggal setiap tahunnya, terutama disebabkan oleh malaria, diare, dan penyakit-penyakit pernapasan akut, penyakit yag sesungguhnya sangat mungkin untuk dicegah. [2]




B.      Pengaruh Kepadatan Penduduk  Terhadap Lingkungan

a.      Faktor-faktor yang mempengaruhi populasi manusia

Semua kebutuhan manusia dipasok dari lingkungan yang merupakan sumber daya alam.Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang dapat diperoleh dari lingkungan untuk keperluan manusia. Semakin meningkat jumlah popolasi semakin banyak sumber daya alam yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Contoh: kebutuhan pangan, kebutuhan air bersih, kebutuhan udara bersih dan kebutuhan lainnya. Apabila jumlah populasi meningkat akan timbul berbagai masalah, misalnya kepadatan arus lalu Lintas yang mengakibatkan udara terjadi pencemaran, banyak lahan pertanian dijadikan pemukiman penduduk akibatnya terjadi perkampungan yang kumuh, dan ahkirnya air bersih ikut menjadi permasalahan. Apabila hal ini dibiarkan maka akan terjadi penurunan kwalitas lingkungan yang nantinya juga akan merusak lingkungan.






 Untuk itu dibutuhkan manusia-manusia yang sadar lingkungan. Beberapa hal yang mempengaruhi populasi manusia, yaitu:
·         Kelahiran atau natalitas.
Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan. Selain itu pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan penduduknya. kepadatan populasi akan bertambah. Angka kelahiran diperoleh menghitung jumlah kelahiran hidup tiap 1000 penduduk per tahun 
·         Kematian atau mortalitas.
 kepadatan populasi akan berkurang. Angka kematian diperoleh menghitung jumlah kematian tiap 1000 penduduk per tahun. Semakin bertambah angka harapan hidup berarti perlu adanya peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas penampungan dan penyediaan gizi yang memadai bagi anak balita. Sebaliknya apabila tingkat mortalitas tinggi akan berdampak terhadap reputasi indonesia di mata dunia.
·         Imigrasi.
 adanya penduduk yang datang akan menambah kepadatan populasi. 
·         Emigrasi, adanya penduduk yang pindah atau pergi akan mengurangi kepadata populasi.


b.      Pengaruh kepadatan penduduk bagi kehidupan
Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi kualitas penduduknya. Pada daerah yang kepadatannya tinggi, usaha peningkatan kualitas penduduk lebih sulit dilaksanakan. Hal ini menimbulkan permasalahan social, ekonomi, keamanan, kesejahteraan, ketersediaan lahan, air bersih, kebutuhan pangan, dan dapat berdampak pada kerusakan lingkungan. Coba perhatikan tingkat pencemaran yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor antara daerah pedesaan dengan daerah perkotaan. Tentu tingkat pencemaran udara di kota lebih tinggi.
Kepadatan penduduk mempengaruhi beberapa aspek yang berkaitan dengan kehidupan penduduk berikut ini:

·         Ketersediaan Udara Bersih
Udara bersih merupakan kebutuhan mutlak bagi kelangsungan hidup manusia. Udara bersih banyak mengandung oksigen. Semakin banyak jumlah penduduk berarti semakin banyak oksigen yang diperlukan. Bertambahnya pemukiman, alat transportasi, dan kawasan industri yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak bumi, bensin, solar, dan batu bara) mengakibatkan kadar CO2 dan CO di udara semakin tinggi. Berbagai kegiatan industri juga menghasilkan gas-gas pencemar seperti oksida nitrogen (NOx) dan oksida belerang (SOx) di udara. Zat-zat sisa itu dihasilkan akibat dari pembakaran yang tidak sempurna.




·         Ketersediaan Pangan
Jadi dapat dipahami bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk, maka kebutuhan oksigen semakin banyak. Oleh karena itu pemerintah kota di setiap wilayah gencar mengkampanyekan penanaman pepohonan. Selain sebagai penyejuk dan keindahan, pepohonan berfungsi sebagai hutan kota untuk menurunkan tingkat pencemaran udara.

Untuk bertahan hidup, manusia membutuhkan makanan. Dengan bertambahnya jumlah populasi penduduk, maka jumlah makanan yang diperlukan juga semakin banyak. Ketidakseimbangan antara bertambahnya jumlah penduduk dengan bertambahnya produksi pangan sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya penduduk dapat kekurangan gizi atau bahkan kurang pangan. Sebagian besar lahan pertanian di kota digunakan untuk lahan pembangunan pabrik, perumahan, kantor, dan pusat perbelanjaan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat kota sangat tergantung dengan tersedianya pangan dari desa. Jadi kenaikan jumlah penduduk akan meningkat pula kebutuhan pangan dan lahan.

Thomas Robert Maltus seorang sosiolog Inggris, mengemukakan teori yang berjudul Essay on The Principle of Population. Maltus menyimpulkan bahwa pertambahan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertambahan produksi pangan mengikuti deret hitung. Jadi semakin meningkat pertumbuhan penduduk, semakin tinggi pula kebutuhan pangan. Oleh karena itu peningkatan produksi pangan perlu digalakkan. Penduduk yang kekurangan makanan akan menyebabkan gangguan pada fungsi kerja tubuh dan dapat terjangkit penyakit seperti busung lapar, anemia, dan beri-beri.

·         Ketersediaan Lahan
Kepadatan penduduk mendorong peningkatan kebutuhan lahan, baik lahan untuk tempat tinggal, sarana penunjang kehidupan, industri, tempat pertanian, dan sebagainya. Untuk mengatasi kekurangan lahan, sering dilakukan dengan memanfaatkan lahan pertanian produktif untuk perumahan dan pembangunan sarana dan prasarana kehidupan. Selain itu pembukaan hutan juga sering dilakukan untuk membangun areal industri, perkebunan, dan pertanian. Meskipun hal ini dapat dianggap sebagai solusi, sesungguhnya kegiatan itu merusak lingkungan hidup yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Jadi peluang terjadinya kerusakan lingkungan akan meningkat seiring dengan bertambahnya kepadatan penduduk.

·         Ketersediaan Air Bersih
Meskipun 2/3 dari luasan bumi berupa air, namun tidak semua jenis air dapat digunakan secara langsung. Oleh karena itu persediaan air bersih yang terbatas dapat menimbulkan masalah yang cukup serius. Air bersih dibutuhkan oleh berbagai macam industri, untuk memenuhi kebutuhan penduduk, irigasi, ternak, dan sebagainya. Jumlah penduduk yang meningkat juga berarti semakin banyak sampah atau limbah yang dihasilkan.
Pembuatan sumur artesis untuk keperluan industri dan kompleks perumahan mengakibatkan sumur-sumur tradisional mengering. Selain itu, kawasan pemukiman padat penduduk sering hanya menyediakan sedikit kawasan terbuka sebagai daerah serapan air hujan. Kawasan yang tertutup rapat oleh aspal dan beton membuat air tidak dapat meresap ke lapisan tanah, sehingga pada waktu hujan air hanya mengalir begitu saja melalui permukaan tanah. Akibatnya cadangan air di dalam tanah semakin lama semakin berkurang sehingga pada musim kemarau sering kekurangan air bersih.

·         Pencemaran lingkungan
Aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sering menimbulkan dampak buruk pada lingkungan. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan dan kertas, maka kayu di hutan ditebang. Untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian, maka hutan dibuka dan rawa/lahan gambut dikeringkan. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, didirikan pabrik tekstil. Untuk mempercepat transportasi, diciptakan berbagai jenis kendaraan bermotor. Apabila tidak dilakukan dengan benar, aktivitas seperti contoh tersebut lambat laun dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem. Misalnya penebangan hutan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan berbagai bencana seperti banjir dan tanah longsor, serta dapat melenyapkan kekayaan keanekaragaman hayati di hutan tersebut. Apabila daya dukung lingkungan terbatas, maka pemenuhan kebutuhan penduduk selanjutnya menjadi tidak terjamin.

Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan jumlah penduduk suatu daerah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada pada suatu daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Pertumbuhan penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar ke dalam lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan penduduk dari dalam ke luar.
Dinamika kependudukan adalah perubahan kependudukan untuk suatu daerah tertentu dari waktu ke waktu.
Rumus menghitung pertumbuhan penduduk :

p = (I - m) + (i - e)
Keterangan lengkap :
- p = pertumbuhan penduduk
- l = total kelahiran
- m = total kematian
- e = total emigran atau pendatang dari luar daerah
- i = total imigran atau penduduk yang pergi





c.       Cara Untuk mengatasi / Mengurangi Ledakan Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Menurut Thomas Robert Malthus pertambahan jumlah penduduk adalah seperti deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, ...), sedangkan pertambahan jumlah produksi makanan adalah bagaikan deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, ...). Hal ini tentu saja akan sangat mengkhawatirkan di masa depan di mana kita akan kerurangan stok bahan makanan.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk :
1.      Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran.

2.      Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk:
-Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan.
- Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3.      Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4.      Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya. [3]


C.      Dampak Negatif Masalah Kependudukan Terhadap Lingkungan

a.      Masalah kependudukan yang dapat merusak lingkungan
Pengertian lingkungan hidup bisa dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar manusia atau makhluk hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks serta saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya. 
Pada suatu lingkungan terdapat dua komponen penting pembentukannya sehingga menciptakan suatu ekosistem yakni komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pada lingkungan hidup mencakup seluruh makluk hidup di dalamnya, yakni hewan, manusia, tumbuhan, jamur dan benda hidup lainnya. Sedangkan, komponen abiotik adalah benda-benda mati yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di sebuah lingkungan yaitu mencakup tanah, air, api, batu, udara, dan lain sebagainya.
Kerusakan pada lingkungan hidup terjadi karena dua faktor, baik faktor alami dari lingkungan itu sendiri ataupun akibat dari tingkah laku manusia. Pentingnya lingkungan hidup yang terawat terkadang dilupakan oleh manusia, dan hal ini bisa menjadikan ekosistem serta kehidupan yang tidak maksimal pada lingkungan tersebut.

Sekarang kita mencoba mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang disebabkan tingkah laku manusia yaitu masalah kependudukan. Berikut identifikasi masalah kependudukan yang dapat merusak lingkungan :
1. Jumlah penduduk yang meningkat tiap tahun, baik secara kelahiran maupun arus urbanisasi/imigrasi, menyebabkan banyaknya lahan untuk dijadikan pemukiman sehingga lahan hijau terutama di daerah perkotaan semakin sempit.

2. Penduduk suku-suku primitif yang masih memakai sistem berpindah tempat tinggal menyebabkan banyak lahan hutan yang dibuka sebagai pemukiman penduduk menjadi gundul karena tidak adanya penggantian pohon kembali (reboisasi).

3. Meningkatnya jumlah penduduk berarti juga peningkatan produksi sampah harian atau limbah. Limbah-limbah itu ada kalanya berupa sampah biologis manusia (feses), sampah rumah tangga, pertanian, industri, transportasi, dan lain-lain. Sampah-sampah tersebut merupakan sumber polusi, baik polusi tanah, air, maupun udara dan ini sangat berpengaruh pada kesehatan.

4. Tuntutan bahan pangan yang terus meningkat menyebabkan pengalihfungsian suatu lahan menjadi tempat penghasil bahan pangan tersebut, seperti penggundulan bukit resapan air menjadi lahan bercocok tanam sayur dan akibatnya terjadi longsor.

5. Terjadinya ekplorasi ataupun eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan maupun sumber daya alam, seperti kegiatan pertambangan, penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman, dan pendirian bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).

6. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah kebutuhan air tanah yang berarti meningkatnya jumlah sumur untuk memenuhi jumlah kebutuhan air tersebut dan berarti akan terjadi peningkatan perusakan permukaan bumi karenanya.

7. Pada suatu lingkungan padat penduduk berarti semakin banyak dilakukan pembangunan tempat tinggal yang berarti dilakukan pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang mengakibatkan menurunya tingkat produktivitas tanah, yang tadinya subur menjadi gersang karena berkurangnya tumbuhan penghasil zat hara.





8. Pada lingkungan padat penduduk di hasilkan banyak gas buang seperti gas karbon monoksida (CO) maupun gas karbon dioksida (CO2) yang tidak diimbangi dengan berlimpahnya O2 karena berkurangnya jumlah tanaman di lahan tersebut sehingga hal ini menyebabkan menurunya kualitas udara.[4]


b.      Dampak  sampah kepada lingkungan masyarakat 
Masalah pertumbuhan penduduk sesungguhnya tidak terlalu mendasar andaikata semua faktor-faktor kebutuhan selalu siap(tumbuh) mengikuti perkembang laju pertumbuhan penduduk. Faktor-faktor pangan, air minum, lahan, pemukiman, pendidikan, angkatan kerja, dan lain-lainnya, pertmbuhannya terlalu terbatas terutama bagi mereka yang hidup dinegara-negara sedang berkembang. Lebih-lebih lagi bila dihubungkan dengan pengadaan energi alam seperti minyak, gas bumi, barang-barang tambang dan mineral, karena sifatnya nonrenewable, atau tidak dapat dierbaharui lagi.
Sebelumnya setiap terjadi pertumbuhan penduduk selalu menuntut penuntut pertumbuhan faktor-faktor persediaan kebutuhan (supply). Karena, kecenderungan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, akan pula diikuti dengan pengurasan kemampuan-kemampuan alam; pengorbanan sumber daya alam berupa lingkungan (natural resources).
Kita seingkali menyaksikan kemerosotan ekosistem disuatu tempat. Misalnya disekitar DAS Ciliwung atau Kali Brantas yang kondisinya sudah mengalami penurunan mutu; air mengalami penurunan debit, tercemar dan kotor. Kondisi ini merupakan salahsatu dampak kecenderungan pertumbuhan penduduk yang begitu cepat. Benturan  ekologi bersumber dari kenyataan ekosistem, dimana disekitar DAS-DAS itu berpemukim penduduk secara ilegal karena tidak tertampung lagi ke pemukiman-pemukiman yang layak sehat; masyarakat sekitarnya banyak memanfaatkan sungai secara tidak wajar: membuang sampah, mengeruk pasir dan erikil, menebang pepohonan, mendirikan rumah-rumah secara liar di bntaran sungai dan lain sebagainya. [5]
Sampah sebagai barang yang masih mempunyai nilai tidak seharusnya diperlakukan sebagai barang yang menjijikan, melainkan harus dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau bahan yang berguna lainya. Prinsip asal buang tanpa memilah-milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan yang sangat luas sebagai tempat pembuangan ahir juga merupakan pemborosan energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam. sebaliknya mengolah sampah dan menggunakan sampah sebagai bahan baku skunder dalam proses produksi adalah suatu penghematan bahan baku, energi dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan.

Sebagai contoh nyata lainnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kependudukan adalah kota jakarta yang diakibatkan oleh  sampah. Bahwa,di kawasan Bantar Gebang Bekasi menyebutkan, akibat dijadikan kawasan tersebut sebagai TPA, warga sekitar menuai derita yang tiada berujung. Dampak, seperti Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain merupakan hasil penelitian selama kawasaan tersebut dijadikan TPA.
Dilihat dari komposisi sampah di DKI Jakarta terlihat bahwa secara umum sampah terdiri dari sampah organik (65,05 %) dan unorganik (34.95 %). Dari perbandingan komposisi sampah pada tahun 1996 dan 2001 terlihat adanya kenaikan jenis sampah plastik, kayu dan kain sedangkan sampah organik menurun.
Hasil perhitungan berdasarkan jumlah penduduk dan tingkat pendidikan, jumlah limbah domestik dari rumah tangga adalah sebesar 2.915.263.800 ton/tahun atau 5900 – 6000 ton/hari; lumpur dari septic tank sebesar 60.363,41 ton/tahun dan yang bersumber dari industri pengolahan sebesar 8.206.824,03 ton/tahun.
penanganan kebersihan di wilayah DKI Jakarta dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dengan jumlah sarana dan prasarana yang terdiri dari tonk sebanyak 737 buah (efektif : 701 buah); alat-alat besar : 128 buah (efektif : 121 buah); kendaraan penunjang : 107 buah (efektif : 94 buah), sarana pengumpul/pengangkutan sampah dari rumah tangga : gerobak sampah : 5829 buah; gerobak celeng : 1930 buah, galvanis : 201 buah.[6]
Bahwa,produksi sampah di kota Jakarta mencapai 7.500,58 m3 / hari. Sumber sampah terbesar adalah sampah domestik atau pemukiman yang mencapai 4.951,98 m3 / hari. Disusul sampah dari pasar sekitar 618,50 m3, komersial 302,80 m3, jalan 452,30 m3, industri 798 m3, non komersial 363 m3, dan sampah saluran 12,90 m3 / hari. Akumulasi dari sampah yang tidak terangkut sejak 15 April lalu diperkirakan sekitar 225.017,4 m3 sampah.
Hasil estimasi jumlah sampah di DKI Jakarta berkisar antara 5.900 – 6.000 ton/hari atau 25.000 m3/hari dan berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah yang dapat tertangani ± 87,72 persen dan sisanya masih dibuang ke sungai, dibakar atau dipakai untuk menimbun.
Sampah yang diangkut dari Lokasi Penampungan Sementara (LPS) akan diolah di Tempat Pemusnahan Akhir (TPA). TPA yang sekarang adalah TPA Bantar Gebang, Bekasi dengan luas yang direncanakan 108 Ha. Status tanah adalah milik Pemda DKI Jakarta dan sistim pemusnahan yang dilaksanakan adalah “sanitary landfill”. Luas tanah yang sudah dipergunakan sebesar 85 persen, sisanya ± 15 persen diperkirakan dapat menampung sampah sampai tahun 2004, sehingga Pemda DKI Jakarta saat ini sudah mencari alternatif-alternatif lain sistim penanganan sampah melalui kerjasama dengan pihak swasta.
Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain :
1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang.
2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur “sanitary landfill”.
3. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas dan ambulance.
4. Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.
Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS. Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp 8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa  adanya kebijakan penanganan sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah.
c. Sistem Pengelolaan Sampah Dan Kebijakan Pemerintah.
Manusia hidup di dunia menentukan lingkunganya atau ditentukan oleh lingkunganya. Perubahan lingkungan sangat ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada lingkungannya. Alam secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan dapat pula sebaliknya, apabila pemanfaatanya tidak sesuai dengan kemampuan serta melihat situasinya.
Begitu pula dengan sampah, dapat membuat hidup jadi tidak sehat. Karena itu sampah harus dapat diolah dengan baik agar tidak menimbulkan berbagai penyakit. Dengan menumpuknya sampah dibandung dan menggunungnya sampah di TPA leuwigajah perlu diambil langkah-langkah yang efektif dalam menanggulagi masalah sampah tersebut.
Langkah Pertama, faktor penyebab secara INTERNAL. Dilihat dari sudut pandang internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah antara lain adalah minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri. Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab PD Kebersihan. Faktor internal lain adalah munculnya pola pikir / paradigma yang salah tentang sampah seperti:
  • Masalah sampah adalah masalah kecil yang tidak perlu mendapat prioritas perhatian
  • Sampah adalah barang yang tidak berguna, bukan sebagai sumber energi / pendapatan
  • Sindrom “not in my backyard” / Urusan sampah “bukan urusan gue”
  • Filosofi pengelolaan sampah : dikumpulkan → ditampung → dibuang di tempat akhir.
Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber.
Kedua, faktor penyebab secara EKSTERNAL. Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung. Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi, hidrogeologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya AMDAL membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah AMDAL sehingga seringkali kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya adalah pengelolaan sampah / kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang.
Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar.
 Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber.Sistem pengelolaan sampah yang selama ini berjalan pada TPA-TPA di Indonesia adalah :
1. OPEN DUMPING SYSTEM
Sampah diturunkan dari DAM (Kendaran pengangkut sampah) dan dibiarkan saja terbuka di lokasi tanpa penimbunan. Cara ini merupakan cara yang sangat tradisional, ketinggalan zaman dan sudah lama ditinggalkan oleh negara-negara lain. Pak Nu’man Abdul Hakim bahkan pernah memaparkan bahwa teknologi semacam ini merupakan warisan lama yang telah berkembang sejak tahun 1970-an. Meskipun demikian, cara inilah yang justru digunakan oleh mayoritas TPA pada saat ini padahal dampak yang ditimbulkan sangat besar dan beresiko tinggi seperti yang terjadi pada kasus TPA bantar gebang. Penggunaan teknologi ini menjadi sumber malapetaka di sana di mana timbunan sampah yang dibiarkan menggunung secara terbuka dalam jangka waktu lama, pada suatu fase tertentu menghasilkan gas metana yang terus-menerus terakumulasi dan akhirnya meledak. Gas metana yang berdekomposisi biasanya menghasilkan panas yang sangat tinggi ketika tekanan udara datang dari atas sementara bagian sampah di bawah mengandung bakteri anaerob yaitu bakteri yang tidak bisa bersenyawa dengan udara. Akibatnya, tekanan udara berbalik ke atas yang hasilnya berupa ledakan besar mirip bom berkekuatan tinggi.
2. LANDFILL SYSTEM
Landfill pun bukan merupakan alternatif yang sesuai karena landfill tidak berkelanjutan, membutuhkan lahan yang sangat luas dan menimbulkan masalah lingkungan.
a. Sanitary Landfill
Sampah diratakan dan ditimbun dengan menggunakan lapisan tanah dan pasir
b. Reusable Sanitary Landfill
Sampah diratakan dan ditimbun dengan menggunakan lapisan tanah dan pasir dengan dilengkapi pipa untuk menyalurkan gas yang dihasilkan selama proses pembusukkan sampah menjadi humus.
c. Controlled Landfill
Sampah diratakan di lokasi dan dilakukan kontrol secara periodik.
Dengan menggunakan landfill system maka akan membutuhkan lahan pembuangan sampah yang sangat luas, Oleh karena itu pengolahan sampah yang baik di indonesia masih ketinggalan dengan negara-negara maju yang telah merubah sistem seperti diatas.
Secara umum, pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah sampah seharusnya mempunyai rencana pengelolaan lingkungan hidup yang baik bagi warga sekitar. Dimana dalam menyusun pengelolaan lingkungan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dipisahkam yaitu:
a. Siapa yang akan melakukan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan apa yang harus dilakukan
b. Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka akan ditetapkan cara pengelolaan yang bagaimana yang akan dilakukan atau teknologi apa yang akan digunakan agar hasilnya sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah
c. Karena berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu, maka teknologi yang akan digunakan tergantung pada kemampuan biaya yang akan dikeluarkan, terutama kemampuan dari pemilik proyek sebagai sumber pencemar.
Permasalahan umum yang terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA , khususnya kota-kota besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Karena itu pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  • Memanfaatkan lahan yang terbatas dengan efektif
  • Memilih teknologi yang mudah, dan aman terhadap lingkungan
  • Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat
  • Produk harus dapat terjual habis.
Karena itu, untuk memenuhi kriteria tersebut diatas, teknologi yang layak dalam pengelolaan sampah di TPA bantar gebang dan untuk diterapkan adalah kombinasi dari berbagai teknologi serta penunjang lainya yaitu :
  • Teknologi landfill untuk produksi kompos dan gas metan
  • Teknologi anaerobik komposting dranco untuk produksi gas metan dan kompos
  • Incinerator untuk membakar bahan anorganik yang tidak bermanfaat serta pengeringan kompos
  • Unit produksi tenaga listrik dari gas metan
  • Unit drainase dan pengolah air limbah
  • Unit pemasaran (kompos,listrik,limbah laku jual).
Dalam menangani masalah sampah dikota jakarta, pemerintah dalam hal ini membuat kebijakan-kebijakan, dimana masalah sampah tersebut juga merupakan masalah lingkungan hidup. Permasalahan lingkungan hidup merupakan masalah pemerintah dan juga masyarakat, namun perlu disadari untuk semua hal yang berkaitan dengan jenis pencemaran (sampah) atau perusakan lingkungan telah dijadikan permasalahan, dimana faktor penyebabnya antara lain:
  • Kurangnya kesadaran masyarakat.
  • Kurangnya masyarakat dalam melakukan tindakan.
  • Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk menangani masalah lingkungan.
  • Keterbatasan sarana dan prasarana dari pemerintah.
Dengan mencermati permasalahan yang terjadi maka pemerintah mencoba berbagai terobosan yang efektif dan efisien (tepat guna dan tepat sasaran). Sejauh ini, berbagai solusi terus-menerus diupayakan meskipun dalam perkembangannya berbagai kendala kerapkali dijumpai. Solusi-solusi yang sejauh ini telah diupayakan melalui sejumlah program kerja antara lain dalah pelaksanaan regionalisasi pengelolaan sampah melalui program GBWMC (Great Bandung Waste Management). Terdapat 4 poin dalam nota kesepahaman itu, yaitu:
  • pengelolaan sampah bersama secara terpadu di kawasan Bandung metropolitan
  • membentuk wadah yang mandiri dalam pengelolaan sampah terpadu
  • percepatan pembentukan wadah mandiri dengan membentuk tim perumus yang terdiri dari 5 wilayah tersebut
  • nota kesepahaman ini berlaku hingga terbentuknya wadah yang mandiri tersebut
Upaya lain yang telah ditempuh adalah melalui EPR (Extended Producer Responsibility) atau perluasan tanggung jawab produsen. EPR adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan insentif kepada mereka untuk mendesain ulang produk mereka agar memungkinkan untuk didaur ulang tanpa material-material yang berbahaya dan beracun. Banyak komunitas yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill dan incenerator (incenerator = alat pembakar sampah untuk membakar sampah non organik yang tidak memiliki nilai jual hingga menjadi bubuk terkecil yang tidak berbahaya bagi manusia.
Dalam hal ini pemda DKI Jakarta seharusnya melakukan seperti apa yang diuraikan diatas agar permasalahan sampah dapat ditanggulangi. Selama ini pengelolaan sampah DKI jakarta yang dilakukan oleh pengelola tidak dilakukan dengan profesional seolah-olah menutupi anggaran yang dikeluarkan yang akibatnya membuat pencamaran lingkungan semakin menjadi-jadi didaerah bantar gebang.
Sebanarnya untuk menangulangi permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah melalui PP No. 16 tentang Air Minum dan Sanitasi, salah satunya menegaskan bahwa Pemerintah Daerah dibenarkan menerbitkan Perda tentang persampahan. Perda ini menjelaskan tata cara masyarakat dalam upaya mengurangi volume sampah sejak dari sumbernya. Pengurangan sampah juga dapat dilakukan dengan cara inovasi teknologi dalam komposting misalnya, pemanfaatan limbah dan gas hasil pembakaran untuk berbagai keperluan, dalam upaya menerapkan 3 R (reduce, reuse dan recycling). 3 R perlu disosialisasikan kepada masyarakat. ”Penanganan sampah tidak memerlukan teknologi tinggi, melainkan kepedulian semua pihak”. Dengan adanya pengaturanyang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, dari segala bentuk pelanggaran dan kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum dengan upaya pencegahan (preventif) maupun penindakanya(represif). Untuk tindakan represif ada beberapa jenis instrumen yang diterapkan antara lain melihat dampak yang ditimbulkan.[7]

D.     Keterkaitan Kependudukan dengan Undang-undang Tata Ruang
Landasan konstitusional hukum tata ruang indonesia didasarkan pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menetapkan bahwa bumi dan air beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.  Pasal 2 UUPA No. 5 tahun 1960 memuat wewenang untuk:
·         Mengatur dan menyelenggarkan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa
·         Menentukan dn mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa
·         Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Tata ruang berarti susunan ruang teratur, yakni serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Karena itu pada tata ruang yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan prasarananya. Perwujudan tata ruang merupakan kegiatan dilapangan untuk menetapkan bagian-bagian ruang yang diperlukan untuk berbagai kegiatan sesuai dengan perencanaan tata ruang. Kegiatan itu antara lain mematok dilapangan untuk menunjukkan batas-batas ruang untuk pemanfaatan yang berbeda-beda.
Makin tinggi taraf hidup manusia, makin bertambah pula macam ragam dan kebutuhannya. Hal ini ditambah pula dengan tersedianya ilmu dan teknologi yang memungkinkan ragam dan macam kebutuhan itu dipenuhi. Upaya untuk memenuhi kebutuhan dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang tersedia disekitarnya dengan berbagai kegiatan baik langsung maupun tidak.
Pada umumnya suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternatif kegiatan seperti pemukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan tertentu telah dilakukan disuatu ruang tertentu pada waktu yang sama tidak dapat dilakukan sutu kegiatan yang lain. Karena itu dapat terjadi konflik atau persainagn dalam pemanfaatan ruang antar berbagai macam kegiatan.
Masalah tata ruang dikota-kota besar sepeupakan contoh yang dapat disaksikan setiap hari. Berbaurnya kegiatan primer dan kegiatan sekunder sekitar pusat kota menyebabkan campur baurnya lalu-lintas antarkota dengan lalu-lintas lokal menimbulan kemacetan dan berbagai gangguan kegiatan lainnya.  Oleh karena itu kebijakan penataan ruang harus memperhatikan aspek lingkungan hidup. [8]
Kepadatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan manusia akan lahan, baik untuk lahan pertanian, maupun lahan untuk pemukiman. Kenyataan ini akan diperparah dengan kekurangmampuan pemerintah di dalam membuat tata ruang yang baik, sehingga akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan menempatkan manusia pada ancaman bahaya bencana.
Alih fungsi kawasan hutan untuk penyiapan lahan pertanian dan pemukiman telah berdampak pada munculnya bencana banjir, tanah longsor dimusim hujan, dan kekeringan di musim kemarau, serta terbongkarnya ekosistem hutan yang berdampak pada meningkatnya hama dan penyakit, serta berubahnya tatanan iklim dan hilangnya keanekargaman hayati yang terkandung didalam hutan.
Alih fungsi kawasan hutan untuk keperluan pertambangan dan industry telah berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati sumberdaya hutan, fungsi hutan sebagai pengendali tata air menjadi tidak optimal, dan masyarakat terancam oleh datangnya bencana tanah longsor atau kekeringan.
Fungsi hutan sebagai pengendali banjir, kekeringan dan longsor menjadi tidak  optimal sejalan dengan kerusakan yang terjadi didalam hutan itu sendiri. Catatan yang dikumpulkan KLH (2004) menunjukan bahwa selama tahun 2003 telah terjadi 366 kali bencana banjir di 136 kabupaten di 26 propinsi serta 111 kali bencana tanah longsor di 48 kabupaten di 13 propinsi. Dalam tahun yang sama juga tercatat 78 bencana kekeringan di 36 kabupaten di 11 propinsi. Jumlah lahan sawah yang terendam banjir dan gagal panen mencapai 263.071 Ha dan sawah puso mencapai 66.838 Ha, tersebar di 19 propinsi.
Pemanfaatan lahan-lahan yang memiliki fungsi ekologis untuk kawasan pemukiman seperti daerah dataran banjir, sungai, dan rawa, juga akan berdampak pada munculnya ancaman bencana banjir di musim hujan atau kekuarangan air bersih dimusim kemarau.

Prawirodirjo dkk., 1988 mengatakan bahwa, Masalah lingkungan hidup pada hakekatnya adalah masalah kemanusiaan yang erat hubungannya dengan sistem nilai, adat istiadat, sosial, dan agama. Oleh karena itu, cara mengatasi masalah lingkungan hidup tidak dapat hanya dengan melakukan usaha–usaha yang bersifat teknis semata, tetapi harus ditunjang dengan upaya yang bersifat edukatif dan persuasif.
Karena semakin mendesaknya keperluan penanganan masalah pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, maka pada tahun 1972 PBB mengadakan konferensi tentang lingkungan hidup manusia di Stockholm, yang melahirkan 26 azas tuntunan pelestarian dan perbaikan lingkungan hidup. Pada azas ke 19 dikatakan bahwa “Mengenai hal-ikhwal pendidikan lingkungan hidup, baik untuk generasi muda maupun kaum dewasa, dilakukan dengan cara memberikan perhatian yang lebih layak kepada mereka yang kurang mendapatkan kesempatan. Hal ini penting dilakukan untuk memperluas dasar pemikiran, dan tindak-tanduk yang bertanggungjawab dari orang perorangan, perusahaan atau masyarakat dalam melindungi dan memperbaiki lingkungan hidup menurut ukuran manusia sepenuhnya” (Soerianegara, 1997).
Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi lingkungan hidup di Stockholm, memiliki kewajiban untuk ikut menyelamatkan kelestarian lingkungan hidup yang dari waktu kewaktu semakin memprihatinkan, dengan tetap memikirkan upaya peningkatan kesejahteraan penduduknya melalui pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di bumi ibu pertiwi ini. Serta mencari solusi terbaik untuk mengatasi konflik kepentingan antara lingkungan fisik dengan lingkungan social.





E.      Cara penanggulangan kerusakan Lingkungan hidup bersumber dari kepadatan penduduk
Adapun solusi yang bisa ditempuh untuk menangani permasalahan lingkungan yang bersumber dari kepadatan penduduk diantaranya adalah :
·         Menggalakan program keluarga kecil bahagia sejahtera yang tidak bertentangan dengan kehidupan beragama, dan kondisi social budaya masyarakat.
·         Mensosialisasikan arti pentingnya program keluarga kecil bahagia sejahtera secara jelas dan transparan.
·         Meningkatkan kualitas pendidikan manusia Indonesia
·         Menciptakan lapangan pekerjaan
·         Membuat peraturan perundangan pengelolaan sumberdaya alam yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
·         Mensosialisasikan peraturan perundangan itu kepasa seluruh lapisan masyarakat
·         Melaksanakan peraturan perundangan itu secara konsekwen
·         Menerapkan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan
·         Menselaraskan pembangunan ekonomi dan lingkungan
·         Merencanakan tata ruang yang lebih optimal dan tidak memihak[9]






BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Penduduk adalah mereka yang berada di dalam dan bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara (menetap)-lahir secara turun-temurun dan besar di negara tersebut. Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu
Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya
Kerusakan lingkungan hidup adalah deteorisasi lingkungan dengan hilangnya suber daya air, udara, dan tanah. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi diperingatkan oleh High Level Threat Pan dari PBBkerusakan lingkungan terdiri dari beberapa tipe. Ketika alam rusak dihancurkan oleh sumber daya menghilang, maka lingkungan sedang mengalami kerusakan
Kepadatan penduduk mempengaruhi beberapa aspek yang berkaitan dengan kehidupan penduduk berikut ini:

·         Ketersediaan Udara Bersih
·         Ketersediaan Pangan
·         Ketersediaan Lahan
·         Ketersediaan Air Bersih
·         Pencemaran lingkungan








Berikut identifikasi masalah kependudukan yang dapat merusak lingkungan :
1. Jumlah penduduk yang meningkat tiap tahun, baik secara kelahiran maupun arus urbanisasi/imigrasi, menyebabkan banyaknya lahan untuk dijadikan pemukiman sehingga lahan hijau terutama di daerah perkotaan semakin sempit.

2. Penduduk suku-suku primitif yang masih memakai sistem berpindah tempat tinggal menyebabkan banyak lahan hutan yang dibuka sebagai pemukiman penduduk menjadi gundul karena tidak adanya penggantian pohon kembali (reboisasi).

3. Meningkatnya jumlah penduduk berarti juga peningkatan produksi sampah harian atau limbah. Limbah-limbah itu ada kalanya berupa sampah biologis manusia (feses), sampah rumah tangga, pertanian, industri, transportasi, dan lain-lain. Sampah-sampah tersebut merupakan sumber polusi, baik polusi tanah, air, maupun udara dan ini sangat berpengaruh pada kesehatan.

4. Tuntutan bahan pangan yang terus meningkat menyebabkan pengalihfungsian suatu lahan menjadi tempat penghasil bahan pangan tersebut, seperti penggundulan bukit resapan air menjadi lahan bercocok tanam sayur dan akibatnya terjadi longsor.

5. Terjadinya ekplorasi ataupun eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan maupun sumber daya alam, seperti kegiatan pertambangan, penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman, dan pendirian bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).

6. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah kebutuhan air tanah yang berarti meningkatnya jumlah sumur untuk memenuhi jumlah kebutuhan air tersebut dan berarti akan terjadi peningkatan perusakan permukaan bumi karenanya.

7. Pada suatu lingkungan padat penduduk berarti semakin banyak dilakukan pembangunan tempat tinggal yang berarti dilakukan pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang mengakibatkan menurunya tingkat produktivitas tanah, yang tadinya subur menjadi gersang karena berkurangnya tumbuhan penghasil zat hara.
8.  Pada lingkungan padat penduduk di hasilkan banyak gas buang seperti gas karbon monoksida (CO) maupun gas karbon dioksida (CO2) yang tidak diimbangi dengan berlimpahnya O2 karena berkurangnya jumlah tanaman di lahan tersebut sehingga hal ini menyebabkan menurunya kualitas udara

Kepadatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan manusia akan lahan, baik untuk lahan pertanian, maupun lahan untuk pemukiman. Kenyataan ini akan diperparah dengan kekurangmampuan pemerintah di dalam membuat tata ruang yang baik, sehingga akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan menempatkan manusia pada ancaman bahaya bencana.
Alih fungsi kawasan hutan untuk penyiapan lahan pertanian dan pemukiman telah berdampak pada munculnya bencana banjir, tanah longsor dimusim hujan, dan kekeringan di musim kemarau, serta terbongkarnya ekosistem hutan yang berdampak pada meningkatnya hama dan penyakit, serta berubahnya tatanan iklim dan hilangnya keanekargaman hayati yang terkandung didalam hutan.



Saran
Seperti kita ketahui bahwa salah satu sumber kerusakan lingkungan hidup adalah kependudukan yang mana dengan adanya penduduk dapat mengakibatkan mencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah dari kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk.
Maka dari itu kita sebagai bagian dari penduduk harus dapat menjaga alam sekitar kita atau lingkungan kita agar tetap bersih agar kita dapat menghirup udara yang bersih tanpa tercemar oleh sampah ataupun polusi. Kita dapat menjaga lingkungan hidup dengan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk dengan cara melaksanakan [rogram pemerintah seperti Keluarga Berencana (KB) dan dengan tidak membuang sampah sembarangan.





















Daftar Pustaka

http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-

John Salideho, undang-undang gangguan dan masalah Lingkungan, sinar grafika
Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Gajah Mada University Press-2000
N, H. T. Silalahi, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pemangunan, Erlangga-2004
Sudrajat H.R.., Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006).

Subagyo.P.Joko., Hukum Lingkungan: Masalah dan penanggulanganya., cet.3., (jakarta:Rineka Cipta,2002)
Prof. Dr. M. Daud silalahi, S.H, Hukum Lingkungan dan sistem penegakan hukum lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung-2001
Intanghina’s weblog ruang-terhadap-lingkungan-hidup, intanghina.wordpress.com




[1]http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-

[2]John Salideho, undang-undang gangguan dan masalah Lingkungan, sinar grafika, hlm183-185

[3] http://www.artikelbiologi.com/2012/05/pengaruh-kepadatan-populasi-terhadap-lingkungan.html.
[4] Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Gajah Mada University Press-2000, hlm 20

[5] N, H. T. Silalahi, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pemangunan, Erlangga-2004, hlm 108
[6] Sudrajat H.R.., Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006).

[7] Subagyo.P.Joko., Hukum Lingkungan: Masalah dan penanggulanganya., cet.3., (jakarta:Rineka Cipta,2002).

[8] Prof. Dr. M. Daud silalahi, S.H, Hukum Lingkungan dan sistem penegakan hukum lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung-2001, hlm 80-87
[9] Intanghina’s weblog ruang-terhadap-lingkungan-hidup, intanghina.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar