BAB I
A. Latar Belakang
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan
sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain
yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang terbarukan maupun yang tak
terbarukan. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang kita
perlukan mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang
ketersediaan menurut kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya alam tertentu juga
mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan
pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Antara lingkungan dan
manusia saling mempunyai kaitan yang erat. Ada kalanya manusia sangat
ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, sehingga aktivitasnya banyak
ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya.
Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya
yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup
tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat
mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan
sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh
kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta
kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang
pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan
dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak
mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya
kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas
lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan
di lapangan, oleh sebab itu dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum
sebagai gambaran potret lingkungan hidup.
Globalisasi ekonomi,
politik dan sosial membawa hubungan antar negara semakin dekat dan erat serta
membawa dampak yang positif maupun negatif bagi suatu negara. Salah satu akibat
yang paling nyata dari globalisasi adalah berkembangnya perusahaan-perusahaan
multinasional didunia. Prospektif bangsa pasar dan kemudahan-kemudahan lainya
yang mendorong perusahaan multinasional mencari negara-negara yang dapat
dijadikan sasaran investasinya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar tidak lepas dari sasaran
investasi perusahaan-perusahaan tersebut. Tetapi dengan masuknya
perusahaan-perusahaan tersebut membawa akibat yang positif maupun negatif di
indonesia.Salah satu akibat yang negatif hasil produksi dari perusahaan
tersebut adalah banyaknya hasil produksi yang diproduksi tanpa memikirkan
kendala yang akan dihadapi dikemudian hari. Pada dasarnya semua usaha dan
pembangunan menimbulkan dampak dikemudian hari. Perencananaan awal suatu usaha
atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan dampaknya yang penting
dikemudian hari, guna dijadikan pertimbangan apakah rencana tersebut perlu
dibuat penanggulangan dikemudian hari atau tidak.
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana
dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, guna mencapai tujuan
pembangunan yaitu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa
indonesia. Pembangunan tersebut dari masa kemasa terus berlanjut secara
berkesinambungan dan selalu ditingkatkan pelaksanaanya guna memenuhi kebutuhan
penduduk yang semakin meningkat.
Secara umum Perkembangan jumlah penduduk yang
semakin besar biasanya dibarengi dengan perkembangan teknologi yang sangat
pesat. Perkembangan-perkembangan tersebut membawa perubahan dalam kehidupan di
dunia. Disamping itu perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa manusia
pada suatu masa dimana banyak barang dapat dibuat secara sintesis. Hidup
menjadi lebih praktis dan mudah, seolah-olah manusia tidak bergantung lagi pada
alam dan dapat memperlakukanya tanpa batas. Namun apa yang diperlakukan oleh
manusia terhadap alam akan berbalik kepada dirinya karena manusia adalah bagian
dari alam. Alam mempunyai hukumnya sendiri, segala sesuatu akan kembali kepada
siklus alam walaupun bahan sintesis hasil rekayasa manusia seperti plastik, tetapi
akan menimbulkan masalah yang sangat besar terhadap bahan tersebut dikemudian
hari jika sudah tidak dimanfaatkan lagi.
Pertambahan jumlah
penduduk, perubahan pola hidup masyarakat, kecepatan teknologi dalam
menyediakan barang secara melimpah ternyata telah menimbulkan masalah-masalah
baru yang sangat serius yaitu adanya barang yang sudah terpakai dan sudah tidak
digunakan lagi oleh si empunya yang mengakibatkan timbulnya sampah.
B. Pokok permasalahan
Dari
penjelasan latar belakang diatas maka penulis menetapkan pokok permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Apakah defenisi dari penduduk, lingkungan hidup dan
kerusakan lingkungan hidup?
2.
Mengapa kependudukan merupakan salah satu sumber
kerusakan lingkungan hidup?
3.
Bagaimana cara menanggulangi kerusakan lingkungan
hidup yang bersumber dari kependudukan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
a.
Pengertian Penduduk
Penduduk adalah mereka yang berada di dalam dan
bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara
(menetap)-lahir secara turun-temurun dan besar di negara tersebut. Dalam
sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan
ruang tertentu.
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah
bisa didefinisikan menjadi 2, yaitu :
1. Orang yang tinggal di daerah tersebut
2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah
tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di
situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Ilmu yang mempelajari tentang masalah
kependudukan adalah Demografi. Istilah Demografi pertama kali ditemukan oleh
Achille Guillard. Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari
dinamika kependudukan manusia. Meliputi didalamnya ukuran, struktur dan
distribusi penduduk serta bagaimana jumlah penduduk setiap waktu akibat
kelahiran, kematian, migrasi dan penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk
masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria
seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama atau etnisitas tertentu.
b.
Pengertian Lingkungan Hidup
lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang
terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada
dan dapat mempengaruhi hidupnya. Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris
disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu atau
dalam bahasa Perancis disebut dengan l’environment.
Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Defenisi
lingkungan hidup menurut para ahli diantaranya adalah:
·
St.
Munajat Danusaputra
Lingkungan
hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan
aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi
kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
(Darsono, 1995)
·
Emil
Salim
Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi,
keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi
hal yang hidup termasuk kehidupan manusia
·
Otto
Soemarwoto
mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah
lingkungan adalah environment. Selanjutnya dikatakan, lingkungan atau
lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup
atau organisme dan berpengaruh pada kehidupannya. Contoh, pada hewan seperti
kucing, segala sesuatu di sekeliling kucing dan berpengaruh pada
keberlangsungan hidup kucing tersebut maka itulah lingkungan hidupnya. Demikian
pula pada suatu jenis tumbuhan tertentu, misalnya pohon mangga atau padi di
sawah, segala sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan tanaman
tersebut itulah ling kungan hidupnya.
Unsur-unsur
lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Unsur hayati (biotik)
1. Unsur hayati (biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari
makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika
kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi
jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah
teman-teman atau sesama manusia.
2. unsur soaial
Budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
3. Unsur Fisik
(Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.[1]
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.[1]
c.
Pengertian perusakan dan kerusakan Lingkungan
Hidup
Perusakan
lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau
tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan hayati lingkungan, yang
mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan yang berkesinambungan.
Sedangkan Kerusakan lingkungan hidup adalah
deteorisasi lingkungan dengan hilangnya suber daya air, udara, dan tanah.
Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi
diperingatkan oleh High Level Threat Pan dari PBBkerusakan lingkungan terdiri
dari beberapa tipe. Ketika alam rusak dihancurkan oleh sumber daya menghilang,
maka lingkungan sedang mengalami kerusakan. Environmental change and human
healt, bagian khusus dari laporan world Resources 1998-1999 menjelaskan bahwa
penyakit yang dapat dicegah dan kematian dini masih terdapat pada jumlah yang
sangat tinggi. Jika perubahan besar dilakukan demi kesehatan manusia, jutaan
warga dunia akan hidup lebih lama. Dinegara termiskin satu dari lima anak tidak
bisa bertahan hidup hingga usia lima tahun terutama disebabkan oleh penyakit
yang hadir karena keadaan lingkungan yang tidak baik. Sebelas juta anak-anak
meninggal setiap tahunnya, terutama disebabkan oleh malaria, diare, dan
penyakit-penyakit pernapasan akut, penyakit yag sesungguhnya sangat mungkin
untuk dicegah. [2]
B. Pengaruh Kepadatan Penduduk Terhadap Lingkungan
a. Faktor-faktor
yang mempengaruhi populasi manusia
Semua kebutuhan manusia dipasok dari lingkungan yang
merupakan sumber daya alam.Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang
dapat diperoleh dari lingkungan untuk keperluan manusia. Semakin meningkat
jumlah popolasi semakin banyak sumber daya alam yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan. Contoh: kebutuhan pangan, kebutuhan air bersih, kebutuhan udara bersih
dan kebutuhan lainnya. Apabila jumlah populasi meningkat akan timbul berbagai
masalah, misalnya kepadatan arus lalu Lintas yang mengakibatkan udara terjadi
pencemaran, banyak lahan pertanian dijadikan pemukiman penduduk akibatnya
terjadi perkampungan yang kumuh, dan ahkirnya air bersih ikut menjadi
permasalahan. Apabila hal ini dibiarkan maka akan terjadi penurunan kwalitas
lingkungan yang nantinya juga akan merusak lingkungan.
Untuk itu
dibutuhkan manusia-manusia yang sadar lingkungan. Beberapa hal yang
mempengaruhi populasi manusia, yaitu:
·
Kelahiran
atau natalitas.
Jika fertilitas semakin meningkat maka akan
menjadi beban pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas
kesehatan. Selain itu pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi
akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukkan korelasi negatif dengan
tingkat kesejahteraan penduduknya. kepadatan populasi akan bertambah. Angka
kelahiran diperoleh menghitung jumlah kelahiran hidup tiap 1000 penduduk per
tahun
·
Kematian
atau mortalitas.
kepadatan
populasi akan berkurang. Angka kematian diperoleh menghitung jumlah kematian
tiap 1000 penduduk per tahun. Semakin bertambah angka harapan hidup
berarti perlu adanya peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas penampungan
dan penyediaan gizi yang memadai bagi anak balita. Sebaliknya apabila tingkat
mortalitas tinggi akan berdampak terhadap reputasi indonesia di mata dunia.
·
Imigrasi.
adanya
penduduk yang datang akan menambah kepadatan populasi.
·
Emigrasi,
adanya penduduk yang pindah atau pergi akan mengurangi kepadata populasi.
b. Pengaruh
kepadatan penduduk bagi kehidupan
Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi kualitas penduduknya. Pada
daerah yang kepadatannya tinggi, usaha peningkatan kualitas penduduk lebih
sulit dilaksanakan. Hal ini menimbulkan permasalahan social, ekonomi, keamanan,
kesejahteraan, ketersediaan lahan, air bersih, kebutuhan pangan, dan dapat
berdampak pada kerusakan lingkungan. Coba perhatikan tingkat pencemaran yang
diakibatkan oleh kendaraan bermotor antara daerah pedesaan dengan daerah
perkotaan. Tentu tingkat pencemaran udara di kota lebih tinggi.
Kepadatan
penduduk mempengaruhi beberapa aspek yang berkaitan dengan kehidupan penduduk
berikut ini:
·
Ketersediaan Udara Bersih
Udara
bersih merupakan kebutuhan mutlak bagi kelangsungan hidup manusia. Udara bersih
banyak mengandung oksigen. Semakin banyak jumlah penduduk berarti semakin
banyak oksigen yang diperlukan. Bertambahnya pemukiman, alat transportasi, dan
kawasan industri yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak bumi, bensin,
solar, dan batu bara) mengakibatkan kadar CO2 dan CO di udara
semakin tinggi. Berbagai kegiatan industri juga menghasilkan gas-gas pencemar
seperti oksida nitrogen (NOx) dan oksida belerang (SOx)
di udara. Zat-zat sisa itu dihasilkan akibat dari pembakaran yang tidak
sempurna.
·
Ketersediaan Pangan
Jadi
dapat dipahami bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk, maka kebutuhan oksigen
semakin banyak. Oleh karena itu pemerintah kota di setiap wilayah gencar
mengkampanyekan penanaman pepohonan. Selain sebagai penyejuk dan keindahan, pepohonan
berfungsi sebagai hutan kota untuk menurunkan tingkat pencemaran udara.
Untuk
bertahan hidup, manusia membutuhkan makanan. Dengan bertambahnya jumlah
populasi penduduk, maka jumlah makanan yang diperlukan juga semakin banyak.
Ketidakseimbangan antara bertambahnya jumlah penduduk dengan bertambahnya
produksi pangan sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya penduduk
dapat kekurangan gizi atau bahkan kurang pangan. Sebagian besar lahan pertanian
di kota digunakan untuk lahan pembangunan pabrik, perumahan, kantor, dan pusat
perbelanjaan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat kota sangat tergantung
dengan tersedianya pangan dari desa. Jadi kenaikan jumlah penduduk akan
meningkat pula kebutuhan pangan dan lahan.
Thomas
Robert Maltus seorang sosiolog Inggris, mengemukakan teori yang berjudul Essay
on The Principle of Population. Maltus menyimpulkan bahwa pertambahan
penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertambahan produksi pangan
mengikuti deret hitung. Jadi semakin meningkat pertumbuhan
penduduk, semakin tinggi pula kebutuhan pangan. Oleh karena itu peningkatan
produksi pangan perlu digalakkan. Penduduk yang kekurangan makanan akan
menyebabkan gangguan pada fungsi kerja tubuh dan dapat terjangkit penyakit
seperti busung lapar, anemia, dan beri-beri.
·
Ketersediaan Lahan
Kepadatan
penduduk mendorong peningkatan kebutuhan lahan, baik lahan untuk tempat
tinggal, sarana penunjang kehidupan, industri, tempat pertanian, dan
sebagainya. Untuk mengatasi kekurangan lahan, sering dilakukan dengan
memanfaatkan lahan pertanian produktif untuk perumahan dan pembangunan sarana
dan prasarana kehidupan. Selain itu pembukaan hutan juga sering dilakukan untuk
membangun areal industri, perkebunan, dan pertanian. Meskipun hal ini dapat
dianggap sebagai solusi, sesungguhnya kegiatan itu merusak lingkungan hidup
yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Jadi peluang terjadinya
kerusakan lingkungan akan meningkat seiring dengan bertambahnya kepadatan
penduduk.
·
Ketersediaan Air Bersih
Meskipun
2/3 dari luasan bumi berupa air, namun tidak semua jenis air dapat digunakan
secara langsung. Oleh karena itu persediaan air bersih yang terbatas dapat
menimbulkan masalah yang cukup serius. Air bersih dibutuhkan oleh berbagai
macam industri, untuk memenuhi kebutuhan penduduk, irigasi, ternak, dan
sebagainya. Jumlah penduduk yang meningkat juga berarti semakin banyak sampah
atau limbah yang dihasilkan.
Pembuatan
sumur artesis untuk keperluan industri dan kompleks perumahan mengakibatkan
sumur-sumur tradisional mengering. Selain itu, kawasan pemukiman padat penduduk
sering hanya menyediakan sedikit kawasan terbuka sebagai daerah serapan air
hujan. Kawasan yang tertutup rapat oleh aspal dan beton membuat air tidak dapat
meresap ke lapisan tanah, sehingga pada waktu hujan air hanya mengalir begitu
saja melalui permukaan tanah. Akibatnya cadangan air di dalam tanah semakin
lama semakin berkurang sehingga pada musim kemarau sering kekurangan air
bersih.
·
Pencemaran lingkungan
Aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sering menimbulkan dampak buruk pada lingkungan. Misalnya untuk memenuhi
kebutuhan bahan bangunan dan kertas, maka kayu di hutan ditebang. Untuk
memenuhi kebutuhan lahan pertanian, maka hutan dibuka dan rawa/lahan gambut
dikeringkan. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, didirikan pabrik tekstil. Untuk
mempercepat transportasi, diciptakan berbagai jenis kendaraan bermotor. Apabila
tidak dilakukan dengan benar, aktivitas seperti contoh tersebut lambat laun
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem. Misalnya
penebangan hutan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan berbagai bencana
seperti banjir dan tanah longsor, serta dapat melenyapkan kekayaan
keanekaragaman hayati di hutan tersebut. Apabila daya dukung lingkungan
terbatas, maka pemenuhan kebutuhan penduduk selanjutnya menjadi tidak terjamin.
Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan jumlah penduduk
suatu daerah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada pada suatu daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Pertumbuhan penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar ke dalam lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan penduduk dari dalam ke luar.
Dinamika kependudukan adalah perubahan kependudukan untuk suatu daerah tertentu dari waktu ke waktu.
Rumus menghitung pertumbuhan penduduk :
Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada pada suatu daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Pertumbuhan penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar ke dalam lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan penduduk dari dalam ke luar.
Dinamika kependudukan adalah perubahan kependudukan untuk suatu daerah tertentu dari waktu ke waktu.
Rumus menghitung pertumbuhan penduduk :
p = (I - m) + (i - e)
Keterangan lengkap :
- p = pertumbuhan penduduk
- l = total kelahiran
- m = total kematian
- e = total emigran atau pendatang dari luar daerah
- i = total imigran atau penduduk yang pergi
c. Cara Untuk mengatasi / Mengurangi Ledakan Penduduk dan Laju Pertumbuhan
Penduduk
Menurut Thomas Robert Malthus pertambahan jumlah penduduk adalah seperti
deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, ...), sedangkan pertambahan jumlah produksi makanan
adalah bagaikan deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, ...). Hal ini tentu saja
akan sangat mengkhawatirkan di masa depan di mana kita akan kerurangan stok
bahan makanan.
Hal-hal yang
perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk :
1. Menggalakkan program KB atau
Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum
dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran.
2. Menunda masa perkawinan agar dapat
mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk:
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk:
-Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan.
- Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan.
- Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3. Mengurangi kepadatan penduduk dengan
program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.
4. Meningkatkan produksi dan pencarian
sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya. [3]
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya. [3]
C. Dampak Negatif Masalah Kependudukan
Terhadap Lingkungan
a.
Masalah kependudukan yang dapat merusak lingkungan
Pengertian lingkungan
hidup bisa dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar manusia
atau makhluk hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks serta
saling mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya.
Pada suatu lingkungan terdapat dua komponen penting
pembentukannya sehingga menciptakan suatu ekosistem yakni komponen biotik dan
komponen abiotik. Komponen biotik pada lingkungan hidup mencakup seluruh makluk
hidup di dalamnya, yakni hewan, manusia, tumbuhan, jamur dan benda hidup
lainnya. Sedangkan, komponen abiotik adalah benda-benda mati yang bermanfaat
bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di sebuah lingkungan yaitu mencakup
tanah, air, api, batu, udara, dan lain sebagainya.
Kerusakan pada lingkungan hidup terjadi karena dua
faktor, baik faktor alami dari lingkungan itu sendiri ataupun akibat dari
tingkah laku manusia. Pentingnya lingkungan hidup yang terawat terkadang
dilupakan oleh manusia, dan hal ini bisa menjadikan ekosistem serta kehidupan
yang tidak maksimal pada lingkungan tersebut.
Sekarang kita mencoba mengidentifikasi kerusakan
lingkungan yang disebabkan tingkah laku manusia yaitu masalah kependudukan.
Berikut identifikasi masalah kependudukan yang dapat merusak lingkungan :
1. Jumlah
penduduk yang meningkat tiap tahun, baik secara kelahiran maupun arus
urbanisasi/imigrasi, menyebabkan banyaknya lahan untuk dijadikan pemukiman
sehingga lahan hijau terutama di daerah perkotaan semakin sempit.
2. Penduduk
suku-suku primitif yang masih memakai sistem berpindah tempat tinggal
menyebabkan banyak lahan hutan yang dibuka sebagai pemukiman penduduk menjadi
gundul karena tidak adanya penggantian pohon kembali (reboisasi).
3. Meningkatnya
jumlah penduduk berarti juga peningkatan produksi sampah harian atau limbah.
Limbah-limbah itu ada kalanya berupa sampah biologis manusia (feses), sampah
rumah tangga, pertanian, industri, transportasi, dan lain-lain. Sampah-sampah
tersebut merupakan sumber polusi, baik polusi tanah, air, maupun udara dan ini
sangat berpengaruh pada kesehatan.
4. Tuntutan
bahan pangan yang terus meningkat menyebabkan pengalihfungsian suatu lahan
menjadi tempat penghasil bahan pangan tersebut, seperti penggundulan bukit
resapan air menjadi lahan bercocok tanam sayur dan akibatnya terjadi longsor.
5. Terjadinya
ekplorasi ataupun eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan maupun sumber
daya alam, seperti kegiatan pertambangan, penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman,
dan pendirian bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
6. Meningkatnya
jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah kebutuhan air tanah yang
berarti meningkatnya jumlah sumur untuk memenuhi jumlah kebutuhan air tersebut
dan berarti akan terjadi peningkatan perusakan permukaan bumi karenanya.
7. Pada suatu
lingkungan padat penduduk berarti semakin banyak dilakukan pembangunan tempat
tinggal yang berarti dilakukan pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut yang mengakibatkan menurunya tingkat produktivitas tanah, yang tadinya
subur menjadi gersang karena berkurangnya tumbuhan penghasil zat hara.
8. Pada
lingkungan padat penduduk di hasilkan banyak gas buang seperti gas karbon
monoksida (CO) maupun gas karbon dioksida (CO2) yang tidak diimbangi
dengan berlimpahnya O2 karena berkurangnya jumlah tanaman di
lahan tersebut sehingga hal ini menyebabkan menurunya kualitas udara.[4]
b.
Dampak sampah kepada lingkungan masyarakat
Masalah pertumbuhan penduduk sesungguhnya tidak terlalu mendasar andaikata
semua faktor-faktor kebutuhan selalu siap(tumbuh) mengikuti perkembang laju
pertumbuhan penduduk. Faktor-faktor pangan, air minum, lahan, pemukiman,
pendidikan, angkatan kerja, dan lain-lainnya, pertmbuhannya terlalu terbatas
terutama bagi mereka yang hidup dinegara-negara sedang berkembang. Lebih-lebih
lagi bila dihubungkan dengan pengadaan energi alam seperti minyak, gas bumi,
barang-barang tambang dan mineral, karena sifatnya nonrenewable, atau tidak
dapat dierbaharui lagi.
Sebelumnya setiap terjadi pertumbuhan penduduk selalu menuntut penuntut
pertumbuhan faktor-faktor persediaan kebutuhan (supply). Karena, kecenderungan
pertumbuhan penduduk yang kian pesat, akan pula diikuti dengan pengurasan
kemampuan-kemampuan alam; pengorbanan sumber daya alam berupa lingkungan
(natural resources).
Kita seingkali menyaksikan kemerosotan ekosistem disuatu tempat. Misalnya
disekitar DAS Ciliwung atau Kali Brantas yang kondisinya sudah mengalami
penurunan mutu; air mengalami penurunan debit, tercemar dan kotor. Kondisi ini
merupakan salahsatu dampak kecenderungan pertumbuhan penduduk yang begitu
cepat. Benturan ekologi bersumber dari
kenyataan ekosistem, dimana disekitar DAS-DAS itu berpemukim penduduk secara
ilegal karena tidak tertampung lagi ke pemukiman-pemukiman yang layak sehat; masyarakat
sekitarnya banyak memanfaatkan sungai secara tidak wajar: membuang sampah,
mengeruk pasir dan erikil, menebang pepohonan, mendirikan rumah-rumah secara
liar di bntaran sungai dan lain sebagainya. [5]
Sampah sebagai barang yang masih mempunyai nilai tidak seharusnya
diperlakukan sebagai barang yang menjijikan, melainkan harus dapat dimanfaatkan
sebagai bahan mentah atau bahan yang berguna lainya. Prinsip asal buang tanpa
memilah-milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan
yang sangat luas sebagai tempat pembuangan ahir juga merupakan pemborosan
energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam. sebaliknya
mengolah sampah dan menggunakan sampah sebagai bahan baku skunder dalam proses
produksi adalah suatu penghematan bahan baku, energi dan sekaligus mengurangi
pencemaran lingkungan.
Sebagai contoh nyata lainnya
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kependudukan adalah kota jakarta
yang diakibatkan oleh sampah. Bahwa,di
kawasan Bantar Gebang Bekasi menyebutkan, akibat dijadikan kawasan tersebut
sebagai TPA, warga sekitar menuai derita yang tiada berujung. Dampak, seperti
Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma,
Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain merupakan hasil penelitian selama kawasaan
tersebut dijadikan TPA.
Dilihat dari komposisi sampah di DKI
Jakarta terlihat bahwa secara umum sampah terdiri dari sampah organik (65,05 %)
dan unorganik (34.95 %). Dari perbandingan komposisi sampah pada tahun 1996 dan
2001 terlihat adanya kenaikan jenis sampah plastik, kayu dan kain sedangkan
sampah organik menurun.
Hasil perhitungan berdasarkan jumlah
penduduk dan tingkat pendidikan, jumlah limbah domestik dari rumah tangga
adalah sebesar 2.915.263.800 ton/tahun atau 5900 – 6000 ton/hari; lumpur dari
septic tank sebesar 60.363,41 ton/tahun dan yang bersumber dari industri
pengolahan sebesar 8.206.824,03 ton/tahun.
penanganan kebersihan di wilayah DKI
Jakarta dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dengan jumlah sarana
dan prasarana yang terdiri dari tonk sebanyak 737 buah (efektif : 701 buah);
alat-alat besar : 128 buah (efektif : 121 buah); kendaraan penunjang : 107 buah
(efektif : 94 buah), sarana pengumpul/pengangkutan sampah dari rumah tangga :
gerobak sampah : 5829 buah; gerobak celeng : 1930 buah, galvanis : 201 buah.[6]
Bahwa,produksi sampah di kota
Jakarta mencapai 7.500,58 m3 / hari. Sumber sampah terbesar adalah sampah
domestik atau pemukiman yang mencapai 4.951,98 m3 / hari. Disusul sampah dari
pasar sekitar 618,50 m3, komersial 302,80 m3, jalan 452,30 m3, industri 798 m3,
non komersial 363 m3, dan sampah saluran 12,90 m3 / hari. Akumulasi dari sampah
yang tidak terangkut sejak 15 April lalu diperkirakan sekitar 225.017,4 m3
sampah.
Hasil estimasi jumlah sampah di DKI
Jakarta berkisar antara 5.900 – 6.000 ton/hari atau 25.000 m3/hari dan
berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah yang dapat tertangani ±
87,72 persen dan sisanya masih dibuang ke sungai, dibakar atau dipakai untuk
menimbun.
Sampah yang diangkut dari Lokasi
Penampungan Sementara (LPS) akan diolah di Tempat Pemusnahan Akhir (TPA). TPA
yang sekarang adalah TPA Bantar Gebang, Bekasi dengan luas yang direncanakan
108 Ha. Status tanah adalah milik Pemda DKI Jakarta dan sistim pemusnahan yang
dilaksanakan adalah “sanitary landfill”. Luas tanah yang sudah dipergunakan
sebesar 85 persen, sisanya ± 15 persen diperkirakan dapat menampung sampah
sampai tahun 2004, sehingga Pemda DKI Jakarta saat ini sudah mencari
alternatif-alternatif lain sistim penanganan sampah melalui kerjasama dengan
pihak swasta.
Akibat operasional yang tidak
sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di sekitar LPA dan air
tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan.
Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara
lain :
1. Menambah
fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi pengolahan sehingga
kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang.
2.
Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur “sanitary
landfill”.
3. Membantu
masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas dan ambulance.
4. Mengatur
para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.
Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari
sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Baru sekitar
75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60%
dibuang begitu saja tanpa pengolahan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Dan, 30% dibiarkan di TPS. Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA.
Akibatnya, daya tampung TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume
sampah di TPA juga mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya
dibutuhkan Rp 8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan sampah terpadu,
sampah akan terus menjadi masalah.
c. Sistem
Pengelolaan Sampah Dan Kebijakan Pemerintah.
Manusia hidup di dunia menentukan
lingkunganya atau ditentukan oleh lingkunganya. Perubahan lingkungan sangat
ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada lingkungannya. Alam
secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan
kehidupan yang lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan
dapat pula sebaliknya, apabila pemanfaatanya tidak sesuai dengan kemampuan
serta melihat situasinya.
Begitu pula dengan sampah, dapat
membuat hidup jadi tidak sehat. Karena itu sampah harus dapat diolah dengan
baik agar tidak menimbulkan berbagai penyakit. Dengan menumpuknya sampah
dibandung dan menggunungnya sampah di TPA leuwigajah perlu diambil
langkah-langkah yang efektif dalam menanggulagi masalah sampah tersebut.
Langkah Pertama, faktor penyebab
secara INTERNAL. Dilihat dari sudut pandang internal, faktor penyebab
mencuatnya masalah sampah antara lain adalah minimnya kesadaran warga untuk
bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya
sendiri. Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah
berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab PD Kebersihan. Faktor
internal lain adalah munculnya pola pikir / paradigma yang salah tentang sampah
seperti:
- Masalah sampah adalah masalah kecil yang tidak perlu mendapat
prioritas perhatian
- Sampah adalah barang yang tidak berguna, bukan sebagai sumber energi /
pendapatan
- Sindrom “not in my backyard” / Urusan sampah “bukan urusan gue”
- Filosofi pengelolaan sampah : dikumpulkan → ditampung → dibuang di
tempat akhir.
Faktor internal yang tidak kalah
pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada
buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi
mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah
selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe
solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber.
Kedua, faktor penyebab secara
EKSTERNAL. Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah
minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi
kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan
ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi,
Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten
Bandung. Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa
adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan
dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL
(Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi, hidrogeologi,
transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya AMDAL
membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat
kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah AMDAL sehingga seringkali kita
temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian
besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya adalah
pengelolaan sampah / kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam prioritas
pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang.
Salah satu kelemahan pengelolaan
sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada
buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi
mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar.
Penyebab utamanya adalah selama ini
pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan
mengacu pada pendekatan sumber.Sistem pengelolaan sampah yang selama ini
berjalan pada TPA-TPA di Indonesia adalah :
1. OPEN DUMPING SYSTEM
Sampah diturunkan dari DAM (Kendaran
pengangkut sampah) dan dibiarkan saja terbuka di lokasi tanpa penimbunan. Cara
ini merupakan cara yang sangat tradisional, ketinggalan zaman dan sudah lama
ditinggalkan oleh negara-negara lain. Pak Nu’man Abdul Hakim bahkan
pernah memaparkan bahwa teknologi semacam ini merupakan warisan lama yang telah
berkembang sejak tahun 1970-an. Meskipun demikian, cara inilah yang justru
digunakan oleh mayoritas TPA pada saat ini padahal dampak yang ditimbulkan
sangat besar dan beresiko tinggi seperti yang terjadi pada kasus TPA bantar
gebang. Penggunaan teknologi ini menjadi sumber malapetaka di sana di mana
timbunan sampah yang dibiarkan menggunung secara terbuka dalam jangka waktu
lama, pada suatu fase tertentu menghasilkan gas metana yang terus-menerus
terakumulasi dan akhirnya meledak. Gas metana yang berdekomposisi biasanya
menghasilkan panas yang sangat tinggi ketika tekanan udara datang dari atas sementara
bagian sampah di bawah mengandung bakteri anaerob yaitu bakteri yang tidak bisa
bersenyawa dengan udara. Akibatnya, tekanan udara berbalik ke atas yang
hasilnya berupa ledakan besar mirip bom berkekuatan tinggi.
2. LANDFILL SYSTEM
Landfill pun bukan merupakan alternatif yang sesuai
karena landfill tidak berkelanjutan, membutuhkan lahan yang sangat luas dan
menimbulkan masalah lingkungan.
a. Sanitary Landfill
Sampah diratakan dan ditimbun dengan
menggunakan lapisan tanah dan pasir
b. Reusable Sanitary Landfill
Sampah diratakan dan ditimbun dengan
menggunakan lapisan tanah dan pasir dengan dilengkapi pipa untuk menyalurkan
gas yang dihasilkan selama proses pembusukkan sampah menjadi humus.
c. Controlled Landfill
Sampah diratakan di lokasi dan
dilakukan kontrol secara periodik.
Dengan menggunakan landfill system
maka akan membutuhkan lahan pembuangan sampah yang sangat luas, Oleh karena itu
pengolahan sampah yang baik di indonesia masih ketinggalan dengan negara-negara
maju yang telah merubah sistem seperti diatas.
Secara umum, pemerintah daerah dalam
menanggulangi masalah sampah seharusnya mempunyai rencana pengelolaan
lingkungan hidup yang baik bagi warga sekitar. Dimana dalam menyusun
pengelolaan lingkungan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat
dipisahkam yaitu:
a. Siapa yang
akan melakukan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan apa yang harus
dilakukan
b. Sesuai
dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka akan ditetapkan cara pengelolaan
yang bagaimana yang akan dilakukan atau teknologi apa yang akan digunakan agar
hasilnya sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah
c. Karena
berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan melakukan pengelolaan
lingkungan hidup secara terpadu, maka teknologi yang akan digunakan tergantung
pada kemampuan biaya yang akan dikeluarkan, terutama kemampuan dari pemilik
proyek sebagai sumber pencemar.
Permasalahan umum yang terjadi pada
pengelolaan sampah kota di TPA , khususnya kota-kota besar adalah adanya
keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Karena itu
pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Memanfaatkan lahan yang terbatas dengan efektif
- Memilih teknologi yang mudah, dan aman terhadap lingkungan
- Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat
- Produk harus dapat terjual habis.
Karena itu, untuk memenuhi kriteria
tersebut diatas, teknologi yang layak dalam pengelolaan sampah di TPA bantar
gebang dan untuk diterapkan adalah kombinasi dari berbagai teknologi serta
penunjang lainya yaitu :
- Teknologi landfill untuk produksi kompos dan gas metan
- Teknologi anaerobik komposting dranco untuk produksi gas metan dan
kompos
- Incinerator untuk membakar bahan anorganik yang tidak bermanfaat serta
pengeringan kompos
- Unit produksi tenaga listrik dari gas metan
- Unit drainase dan pengolah air limbah
- Unit pemasaran (kompos,listrik,limbah laku jual).
Dalam menangani masalah sampah
dikota jakarta, pemerintah dalam hal ini membuat kebijakan-kebijakan, dimana
masalah sampah tersebut juga merupakan masalah lingkungan hidup. Permasalahan
lingkungan hidup merupakan masalah pemerintah dan juga masyarakat, namun perlu
disadari untuk semua hal yang berkaitan dengan jenis pencemaran (sampah) atau perusakan
lingkungan telah dijadikan permasalahan, dimana faktor penyebabnya antara lain:
- Kurangnya kesadaran masyarakat.
- Kurangnya masyarakat dalam melakukan tindakan.
- Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk menangani masalah lingkungan.
- Keterbatasan sarana dan prasarana dari pemerintah.
Dengan mencermati permasalahan yang
terjadi maka pemerintah mencoba berbagai terobosan yang efektif dan efisien
(tepat guna dan tepat sasaran). Sejauh ini, berbagai solusi terus-menerus
diupayakan meskipun dalam perkembangannya berbagai kendala kerapkali dijumpai.
Solusi-solusi yang sejauh ini telah diupayakan melalui sejumlah program kerja
antara lain dalah pelaksanaan regionalisasi pengelolaan sampah melalui program
GBWMC (Great Bandung Waste Management). Terdapat 4 poin dalam nota kesepahaman
itu, yaitu:
- pengelolaan sampah bersama secara terpadu di kawasan Bandung
metropolitan
- membentuk wadah yang mandiri dalam pengelolaan sampah terpadu
- percepatan pembentukan wadah mandiri dengan membentuk tim perumus yang
terdiri dari 5 wilayah tersebut
- nota kesepahaman ini berlaku hingga terbentuknya wadah yang mandiri
tersebut
Upaya lain yang telah ditempuh
adalah melalui EPR (Extended Producer Responsibility) atau perluasan tanggung
jawab produsen. EPR adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen
menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan
insentif kepada mereka untuk mendesain ulang produk mereka agar memungkinkan
untuk didaur ulang tanpa material-material yang berbahaya dan beracun. Banyak
komunitas yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill dan incenerator
(incenerator = alat pembakar sampah untuk membakar sampah non organik yang
tidak memiliki nilai jual hingga menjadi bubuk terkecil yang tidak berbahaya
bagi manusia.
Dalam hal ini pemda DKI Jakarta
seharusnya melakukan seperti apa yang diuraikan diatas agar permasalahan sampah
dapat ditanggulangi. Selama ini pengelolaan sampah DKI jakarta yang dilakukan
oleh pengelola tidak dilakukan dengan profesional seolah-olah menutupi anggaran
yang dikeluarkan yang akibatnya membuat pencamaran lingkungan semakin
menjadi-jadi didaerah bantar gebang.
Sebanarnya untuk menangulangi
permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah melalui PP No. 16 tentang Air
Minum dan Sanitasi, salah satunya menegaskan bahwa Pemerintah Daerah dibenarkan
menerbitkan Perda tentang persampahan. Perda ini menjelaskan tata cara
masyarakat dalam upaya mengurangi volume sampah sejak dari sumbernya.
Pengurangan sampah juga dapat dilakukan dengan cara inovasi teknologi dalam
komposting misalnya, pemanfaatan limbah dan gas hasil pembakaran untuk berbagai
keperluan, dalam upaya menerapkan 3 R (reduce, reuse dan recycling). 3 R perlu
disosialisasikan kepada masyarakat. ”Penanganan sampah tidak memerlukan
teknologi tinggi, melainkan kepedulian semua pihak”. Dengan adanya
pengaturanyang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, dari segala
bentuk pelanggaran dan kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan oleh
perorangan maupun badan hukum dengan upaya pencegahan (preventif) maupun
penindakanya(represif). Untuk tindakan represif ada beberapa jenis instrumen
yang diterapkan antara lain melihat dampak yang ditimbulkan.[7]
D.
Keterkaitan
Kependudukan dengan Undang-undang Tata Ruang
Landasan konstitusional hukum tata ruang indonesia
didasarkan pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menetapkan bahwa bumi dan air
beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pasal 2 UUPA No. 5 tahun 1960 memuat wewenang
untuk:
·
Mengatur dan menyelenggarkan peruntukan penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa
·
Menentukan dn mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa
·
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang
angkasa.
Tata ruang berarti susunan ruang
teratur, yakni serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan.
Karena itu pada tata ruang yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta
sarana dan prasarananya. Perwujudan tata ruang merupakan kegiatan dilapangan
untuk menetapkan bagian-bagian ruang yang diperlukan untuk berbagai kegiatan
sesuai dengan perencanaan tata ruang. Kegiatan itu antara lain mematok
dilapangan untuk menunjukkan batas-batas ruang untuk pemanfaatan yang
berbeda-beda.
Makin tinggi taraf hidup manusia,
makin bertambah pula macam ragam dan kebutuhannya. Hal ini ditambah pula dengan
tersedianya ilmu dan teknologi yang memungkinkan ragam dan macam kebutuhan itu
dipenuhi. Upaya untuk memenuhi kebutuhan dilakukan dengan memanfaatkan berbagai
sumber daya alam yang tersedia disekitarnya dengan berbagai kegiatan baik
langsung maupun tidak.
Pada umumnya suatu ruang tertentu
dapat digunakan untuk berbagai alternatif kegiatan seperti pemukiman, industri,
pertanian, dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan tertentu telah dilakukan
disuatu ruang tertentu pada waktu yang sama tidak dapat dilakukan sutu kegiatan
yang lain. Karena itu dapat terjadi konflik atau persainagn dalam pemanfaatan
ruang antar berbagai macam kegiatan.
Masalah tata ruang dikota-kota besar
sepeupakan contoh yang dapat disaksikan setiap hari. Berbaurnya kegiatan primer
dan kegiatan sekunder sekitar pusat kota menyebabkan campur baurnya lalu-lintas
antarkota dengan lalu-lintas lokal menimbulan kemacetan dan berbagai gangguan
kegiatan lainnya. Oleh karena itu
kebijakan penataan ruang harus memperhatikan aspek lingkungan hidup. [8]
Kepadatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya
kebutuhan manusia akan lahan, baik untuk lahan pertanian, maupun lahan untuk
pemukiman. Kenyataan ini akan diperparah dengan kekurangmampuan pemerintah di
dalam membuat tata ruang yang baik, sehingga akan berdampak pada kerusakan
lingkungan dan menempatkan manusia pada ancaman bahaya bencana.
Alih fungsi kawasan hutan untuk penyiapan lahan
pertanian dan pemukiman telah berdampak pada munculnya bencana banjir, tanah
longsor dimusim hujan, dan kekeringan di musim kemarau, serta terbongkarnya
ekosistem hutan yang berdampak pada meningkatnya hama dan penyakit, serta
berubahnya tatanan iklim dan hilangnya keanekargaman hayati yang terkandung
didalam hutan.
Alih fungsi kawasan hutan untuk keperluan
pertambangan dan industry telah berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati
sumberdaya hutan, fungsi hutan sebagai pengendali tata air menjadi tidak
optimal, dan masyarakat terancam oleh datangnya bencana tanah longsor atau
kekeringan.
Fungsi
hutan sebagai pengendali banjir, kekeringan dan longsor menjadi tidak optimal sejalan dengan kerusakan yang terjadi
didalam hutan itu sendiri. Catatan yang dikumpulkan KLH (2004) menunjukan bahwa
selama tahun 2003 telah terjadi 366 kali bencana banjir di 136 kabupaten di 26
propinsi serta 111 kali bencana tanah longsor di 48 kabupaten di 13 propinsi.
Dalam tahun yang sama juga tercatat 78 bencana kekeringan di 36 kabupaten di 11
propinsi. Jumlah lahan sawah yang terendam banjir dan gagal panen mencapai
263.071 Ha dan sawah puso mencapai 66.838 Ha, tersebar di 19 propinsi.
Pemanfaatan
lahan-lahan yang memiliki fungsi ekologis untuk kawasan pemukiman seperti
daerah dataran banjir, sungai, dan rawa, juga akan berdampak pada munculnya
ancaman bencana banjir di musim hujan atau kekuarangan air bersih dimusim
kemarau.
Prawirodirjo dkk., 1988 mengatakan bahwa, Masalah
lingkungan hidup pada hakekatnya adalah masalah kemanusiaan yang erat
hubungannya dengan sistem nilai, adat istiadat, sosial, dan agama. Oleh karena
itu, cara mengatasi masalah lingkungan hidup tidak dapat hanya dengan melakukan
usaha–usaha yang bersifat teknis semata, tetapi harus ditunjang dengan upaya
yang bersifat edukatif dan persuasif.
Karena semakin mendesaknya keperluan penanganan
masalah pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, maka pada tahun 1972
PBB mengadakan konferensi tentang lingkungan hidup manusia di Stockholm, yang
melahirkan 26 azas tuntunan pelestarian dan perbaikan lingkungan hidup. Pada
azas ke 19 dikatakan bahwa “Mengenai hal-ikhwal pendidikan lingkungan hidup,
baik untuk generasi muda maupun kaum dewasa, dilakukan dengan cara memberikan
perhatian yang lebih layak kepada mereka yang kurang mendapatkan kesempatan.
Hal ini penting dilakukan untuk memperluas dasar pemikiran, dan tindak-tanduk
yang bertanggungjawab dari orang perorangan, perusahaan atau masyarakat dalam
melindungi dan memperbaiki lingkungan hidup menurut ukuran manusia sepenuhnya”
(Soerianegara, 1997).
Indonesia
sebagai salah satu negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan
sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi lingkungan hidup di Stockholm,
memiliki kewajiban untuk ikut menyelamatkan kelestarian lingkungan hidup yang
dari waktu kewaktu semakin memprihatinkan, dengan tetap memikirkan upaya
peningkatan kesejahteraan penduduknya melalui pengelolaan sumber daya alam yang
terkandung di bumi ibu pertiwi ini. Serta mencari solusi terbaik untuk
mengatasi konflik kepentingan antara lingkungan fisik dengan lingkungan social.
E.
Cara
penanggulangan kerusakan Lingkungan hidup bersumber dari kepadatan penduduk
Adapun solusi yang bisa
ditempuh untuk menangani permasalahan lingkungan yang bersumber dari kepadatan
penduduk diantaranya adalah :
·
Menggalakan
program keluarga kecil bahagia sejahtera yang tidak bertentangan dengan
kehidupan beragama, dan kondisi social budaya masyarakat.
·
Mensosialisasikan
arti pentingnya program keluarga kecil bahagia sejahtera secara jelas dan
transparan.
·
Meningkatkan
kualitas pendidikan manusia Indonesia
·
Menciptakan
lapangan pekerjaan
·
Membuat
peraturan perundangan pengelolaan sumberdaya alam yang berpihak pada
kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
·
Mensosialisasikan
peraturan perundangan itu kepasa seluruh lapisan masyarakat
·
Melaksanakan
peraturan perundangan itu secara konsekwen
·
Menerapkan
teknologi tepat guna yang ramah lingkungan
·
Menselaraskan
pembangunan ekonomi dan lingkungan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penduduk adalah mereka yang
berada di dalam dan bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah
negara (menetap)-lahir secara turun-temurun dan besar di negara tersebut. Dalam
sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan
ruang tertentu
Menurut Undang-Undang Rl
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup
merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
lingkungan hidup adalah
semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang
tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya
Kerusakan lingkungan hidup
adalah deteorisasi lingkungan dengan hilangnya suber daya air, udara, dan
tanah. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara
resmi diperingatkan oleh High Level Threat Pan dari PBBkerusakan lingkungan
terdiri dari beberapa tipe. Ketika alam rusak dihancurkan oleh sumber daya
menghilang, maka lingkungan sedang mengalami kerusakan
Kepadatan
penduduk mempengaruhi beberapa aspek yang berkaitan dengan kehidupan penduduk
berikut ini:
·
Ketersediaan Udara Bersih
·
Ketersediaan Pangan
·
Ketersediaan Lahan
·
Ketersediaan Air Bersih
·
Pencemaran lingkungan
Berikut identifikasi masalah kependudukan yang dapat
merusak lingkungan :
1. Jumlah
penduduk yang meningkat tiap tahun, baik secara kelahiran maupun arus
urbanisasi/imigrasi, menyebabkan banyaknya lahan untuk dijadikan pemukiman
sehingga lahan hijau terutama di daerah perkotaan semakin sempit.
2. Penduduk
suku-suku primitif yang masih memakai sistem berpindah tempat tinggal
menyebabkan banyak lahan hutan yang dibuka sebagai pemukiman penduduk menjadi
gundul karena tidak adanya penggantian pohon kembali (reboisasi).
3. Meningkatnya
jumlah penduduk berarti juga peningkatan produksi sampah harian atau limbah.
Limbah-limbah itu ada kalanya berupa sampah biologis manusia (feses), sampah
rumah tangga, pertanian, industri, transportasi, dan lain-lain. Sampah-sampah
tersebut merupakan sumber polusi, baik polusi tanah, air, maupun udara dan ini
sangat berpengaruh pada kesehatan.
4. Tuntutan
bahan pangan yang terus meningkat menyebabkan pengalihfungsian suatu lahan menjadi
tempat penghasil bahan pangan tersebut, seperti penggundulan bukit resapan air
menjadi lahan bercocok tanam sayur dan akibatnya terjadi longsor.
5. Terjadinya
ekplorasi ataupun eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan maupun sumber
daya alam, seperti kegiatan pertambangan, penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman,
dan pendirian bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
6. Meningkatnya
jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah kebutuhan air tanah yang
berarti meningkatnya jumlah sumur untuk memenuhi jumlah kebutuhan air tersebut
dan berarti akan terjadi peningkatan perusakan permukaan bumi karenanya.
7. Pada suatu
lingkungan padat penduduk berarti semakin banyak dilakukan pembangunan tempat
tinggal yang berarti dilakukan pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut yang mengakibatkan menurunya tingkat produktivitas tanah, yang tadinya
subur menjadi gersang karena berkurangnya tumbuhan penghasil zat hara.
8.
Pada lingkungan padat penduduk di hasilkan banyak gas buang seperti gas
karbon monoksida (CO) maupun gas karbon dioksida (CO2) yang tidak
diimbangi dengan berlimpahnya O2 karena berkurangnya jumlah
tanaman di lahan tersebut sehingga hal ini menyebabkan menurunya kualitas udara
Kepadatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan
manusia akan lahan, baik untuk lahan pertanian, maupun lahan untuk pemukiman.
Kenyataan ini akan diperparah dengan kekurangmampuan pemerintah di dalam
membuat tata ruang yang baik, sehingga akan berdampak pada kerusakan lingkungan
dan menempatkan manusia pada ancaman bahaya bencana.
Alih fungsi kawasan hutan untuk penyiapan lahan
pertanian dan pemukiman telah berdampak pada munculnya bencana banjir, tanah
longsor dimusim hujan, dan kekeringan di musim kemarau, serta terbongkarnya
ekosistem hutan yang berdampak pada meningkatnya hama dan penyakit, serta
berubahnya tatanan iklim dan hilangnya keanekargaman hayati yang terkandung
didalam hutan.
Saran
Seperti kita
ketahui bahwa salah satu sumber kerusakan lingkungan hidup adalah kependudukan
yang mana dengan adanya penduduk dapat mengakibatkan mencemaran lingkungan yang
diakibatkan oleh sampah dari kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk.
Maka dari itu
kita sebagai bagian dari penduduk harus dapat menjaga alam sekitar kita atau
lingkungan kita agar tetap bersih agar kita dapat menghirup udara yang bersih
tanpa tercemar oleh sampah ataupun polusi. Kita dapat menjaga lingkungan hidup
dengan mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk dengan cara melaksanakan [rogram
pemerintah seperti Keluarga Berencana (KB) dan dengan tidak membuang sampah
sembarangan.
Daftar Pustaka
http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-
John
Salideho, undang-undang gangguan dan masalah Lingkungan, sinar grafika
Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Gajah Mada
University Press-2000
N, H. T. Silalahi,
Hukum Lingkungan dan Ekologi Pemangunan, Erlangga-2004
Sudrajat H.R.., Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen
Terpadu dan Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta:
Penebar Swadaya, 2006).
Subagyo.P.Joko., Hukum Lingkungan: Masalah dan penanggulanganya., cet.3.,
(jakarta:Rineka Cipta,2002)
Prof. Dr. M.
Daud silalahi, S.H, Hukum Lingkungan dan sistem penegakan hukum lingkungan
Indonesia, Alumni, Bandung-2001
Intanghina’s
weblog ruang-terhadap-lingkungan-hidup, intanghina.wordpress.com
[1]http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-
[2]John
Salideho, undang-undang gangguan dan masalah Lingkungan, sinar grafika,
hlm183-185
[3]
http://www.artikelbiologi.com/2012/05/pengaruh-kepadatan-populasi-terhadap-lingkungan.html.
[4]
Harjasumantri
Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Gajah Mada University Press-2000, hlm
20
[5] N, H. T.
Silalahi, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pemangunan, Erlangga-2004, hlm 108
[6] Sudrajat H.R.., Solusi Mengatasi
masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan Mengolahnya Menjadi Energi
Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006).
[7] Subagyo.P.Joko.,
Hukum Lingkungan: Masalah dan penanggulanganya., cet.3., (jakarta:Rineka Cipta,2002).
[8] Prof.
Dr. M. Daud silalahi, S.H, Hukum Lingkungan dan sistem penegakan hukum
lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung-2001, hlm 80-87
[9]
Intanghina’s weblog ruang-terhadap-lingkungan-hidup, intanghina.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar